My Ekspression

My Ekspression
Talk Less Do More

Minggu, 17 Mei 2009

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional

Posted October 18th, 2008 by masrifai

abstraks:
ABSTRAK
Kata Kunci: Hasil Belajar, Kooperatif Tipe Jigsaw, Pembelajaran Konvensional,
Operasi Hitung Pecahan.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah masih banyak guru matematika dalam proses pembelajaran di sekolah, dilakukan dengan secara monoton yang disebut pembelajaran konvensional. Pembelajaran tersebut mengakibatkan banyak siswa menjadi bosan atau tidak nyaman dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga hasil belajar siswa berakhir dengan tidak tuntas.
Dalam dekade terakhir ini, para ahli pendidikan matematika telah banyak mengembangkan model pembelajaran dan berhasil mendorong minat siswa dalam kerja sama (kooperatif) yang diterapkan di kelas. Tipe model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan belajar siswa dengan tipe model kooperatif ini, peneliti mencoba membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dan model pembelajaran konvensional.
Tujuan penelitian ini untuk mempelajari bagaimana perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan pembelajaran konvensional pada materi pelajaran operasi hitung pecahan
Dalam penelitian ini, selain menggunakan analisa kuantitaif, juga dilakukan analisis kualitatif dengan mendeskripsikan hasil proses belajar tuntas. Subyek penelitian terdiri atas satu kelas sebagai kelompok kooperatif tipe jigsaw dan lainnya kelompok konvensional. Data hasil belajar siswa masing-masing berdasarkan hasil tes, pengamatan langsung dan catatan lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa dalam kelompok kooperatif tipe jigsaw (82,61%), lebih tinggi dari pada kelompok konvensional (43,48%). Dengan menetapkan = 0,05, berdasarkan data secara signifikan ternyata tidak ada perbedaan hasil belajar siswa dari kedua kelompok model pembelajaran ini. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang tak terkontrol seperti latar belakang lingkungan dan kondisi belajar siswa terutama manajemen kelas selama proses pembelajaran, belum berlangsung maksimal.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan layak sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan diatur melalui Peraturan Pemerintah, sedangkan pelaksanaan program pendidikan dilakukan dalam suatu sistem yang disebut Sistem Pendidikan Nasional. Program pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lebih jauh dinyatakan bahwa pendidikan nasional dengan visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2003).
Oleh karena itu upaya meningkatkan kualitas manusia melalui pendidikan terus dilakukan oleh lembaga pemerintah dan masyarakat (stakeholder) yang peduli pendidikan dalam arti luas, seperti penelitian dan pengembangan, pelatihan dan pendidikan/kualifikasi guru serta pengadaan sarana dan prasarana pendidikan baik in formal, formal maupun pendidikan non formal.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, program-program sekolah diarahkan pada tujuan jangka panjang pembelajaran yaitu untuk meningkatkan kemampuan siswa, agar ketika mereka sudah meninggalkan bangku sekolah, mereka akan mampu mengembangkan diri sendiri dan mampu memecahkan masalah yang muncul (Depdiknas, 2004.b:1). Demikian pula dengan pelaksanaan program pembelajaran matematika di sekolah dilakukan dengan tujuan yaitu untuk membentuk pola pikir matematika, suatu pola pikir yang logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif (Depdiknas (2004.a:1). Lebih lanjut dalam proses pembelajaran matematika di kelas dengan tujuan yaitu terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif , jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas (2004.c:1).
Untuk menjalankan amanat pendidikan di sekolah seperti tersebut diatas, diperlukan guru yang profesional dalam bidangnya. Dan untuk menjadikan guru profesional, pemerintah mengupayakan program peningkatan mutu pendidikan dengan melakukan usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran di kelas, seperti penugasan guru mata pelajaran untuk mengikuti pelatihan dan peningkatan mutu guru melalui jenjang pendidikan S1 dan S2, dan bahkan pada tingkat Doktoral sebagai bagian dari peran guru sebagai kunci utama menyiapkan manusia sejak dini dalam program peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia. Namun, karena besarnya jumlah peserta pendidikan profesional guru yang diperlukan dengan sumber ketersediaan dana perbaikan mutu pendidikan selama ini, maka yang hanya nampak dalam wajah dunia persekolahan, adalah banyak keluhan masyarakat dalam memahami krisis mutu pembelajaran dalam lembaga sekolah.
Kajian yang sama seperti laporan hasil studi dari lembaga pemerintah, Direktorat Dikmenum bahwa walaupun di sebagian sekolah (terutama di kota) menunjukkan adanya peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan namun pembelajaran dan pemahaman siswa SLTP atau SMP pada pelajaran matematika menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Begitulah keadaan yang terjadi di berbagai jenjang tingkat sekolah di daerah (dalam Depdiknas, 2004.c: 1-2).
Dari fenomena seperti kenyataan di atas, pihak ahli pendidikan melakukan berbagai uji coba penerapan model pembelajaran. Beberapa percobaan dilakukan menunjukkan hasil yang memuaskan dalam peningkatan hasil belajar, sehingga percobaan berbagai model pembelajaran terus ditingkatkan. Misalnya model pembelajaran kooperatif, hasil belajar siswa lebih meningkat dibanding pendekatan sebelumnya seperti belajar secara individu maupun pendekatan belajar secara kompetitif. Temuan ini memperkuat teori sebelumnya bahwa pemahaman kandungan materi yang dipelajari siswa, akan melekat untuk periode waktu yang lebih lama. Penelitian eksperimen sebelumnya menunjukkan bahwa model pembelajaran tipe jigsaw ini cocok diterapkan di kelas. Hasil penelitian Efrist (2006) menunjukkan bahwa penerapan belajar kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIB SMP Negeri I Palolo. Penelitian oleh Fitriani (2007) dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw juga menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII Jeruk di SMP Negeri 4 Palu. Lebih lanjut dijelaskan hasil-hasil penerapan pembelajaran kooperatif berdasarkan Linda Lundgren (dalam Raharja, 2002: 5) mengungkapkan dalam laporan penelitian menunjukan pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif bagi siswa yang rendah hasil belajarnya.
Slavin (dalam Raharja, 2002: 4) juga melaporkan 45 judul penelitian selama 14 tahun menyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar siswa di sekolah. Dari keempat puluh lima laporan penelitian tersebut, 37 diantaranya menunjukan menunjukan hasil belajar dengan kelas kooperatif lebih tinggi secara signifikan dibanding dengan pembelajaran secara individu sebagai kelompok kontrol, sedangkan delapan studi lainnya menunjukan tidak ada perbedaan. Pada akhir laporan tersebut di atas menyimpulkan bahwa tidak satupun dalam studi ini menunjukan bahwa kooperatif memberikan pengaruh yang buruk.
Berbagai hasil temuan penelitian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan menerapkan tipe model pembelajaran kooperatif dari beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran siswa di kelas VII SMP Negeri 5 Dolo.
Dengan hasil observasi dilakukan, ditemukan bahwa rendahnya motivasi belajar matematika di kelas, selain kemampuan dasar-dasar pengetahuan siswa dalam belajar matematika, juga kemampuan guru dalam mengolah pembelajaran yang sifatnya tradisional turut mewarnai fenomena pembelajaran matematika di kelas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian ini, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut ; “Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran konvensional ?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mempelajari bagaimana perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan pembelajaran konvensional pada materi pelajaran operasi hitung pecahan.
2. Tujuan khusus
• Mendeskripsikan tingkah laku belajar siswa dalam proses pembelajaran di kelas, dengan materi pelajaran operasi hitung pecahan
• Mengetahui proporsi ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan pembelajaran konvensional
• Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan pembelajaran konvensional.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada:
1. Siswa SMP Negeri 5 Dolo
Dapat meningkatkan motivasi dalam proses belajar dengan hasil belajar siswa lebih baik. Demikian pula melatih dan membiasakan siswa bekerja sama dengan temannya untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan.
2. Guru bidang studi
Guru dapat termotivasi melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajaran,
Sehingga akan tercipta suasana belajar yang lebih menyenangkan.
3. Lembaga sekolah
Dengan menerapkan berbagai model pembelajaran sesuai karakterristik materi pelajaran, manajemen pembelajaran melalui pimpinan sekolah akan menghasilkan guru – guru yang profesional dalam bidangnya.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah “Ada perbedaan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran konvensional”.
F. Definisi Istilah
Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam menafsirkan istilah dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan istilah yang digunakan:
• Hasil belajar menurut Dimyati dalam Ranti (2007: 12) merupakan hasil proses belajar dimana pelaku aktif dalam belajar adalah siswa dan pelaku aktif dalam pembelajaran adalah guru. Dalam penelitian ini hasil belajar ditentukan oleh nilai yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan tes yang diberikan.
• Ketuntasan belajar siswa ditentukan berdasarkan standar ketuntasan belajar minimum (SKBM) di sekolah. Adapun SKBM di lokasi penelitian adalah 60. Jadi, siswa dikatakan tuntas dalam belajar apabila mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 60.
• Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan suatu pembelajaran yang dirancang oleh guru, dimana siswa belajar secara kelompok kecil, yang terbagi atas kelompok asal dan kelompok ahli (Counterpart Group), dengan tujuan setiap siswa mengetahui dengan benar materi yang dipelajari bersama, dengan langkah-langkah tertentu.
• Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran matematika yang dirancang oleh guru, dengan langkah-langkah tertentu yang memperlakukan siswa sebagai objek dalam belajar.
• Perilaku dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap lingkungan. Dalam penelitian ini perilaku siswa adalah semua tingkah laku siswa selama pembelajaran berlangsung.
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/pendidikan-matematika/perbedaan-hasil-belajar-matematika-menggunakan-model-pembelajaran-kooperatif-tipe-jigsaw-
pada tanggal 12 Mei 2009, pukul 22.21

0 komentar: